Jumat, 30 Maret 2012

My Sister Keeper..ketika benar dan salah tidak ada bedanya

Film dibuat untuk menghibur penontonnya, ada film yang bisa membuat kita tertawa terbahak-bahak, ada juga film yang membuat kita tegang menanti kejadian yang akan terjadi berikutnya, adapula film yang membuat kita menutup mata karena terlalu takut melihat hantu, dan ada film yang dengan sukses akan membuat penontonnya menangis dari awal hingga akhir film.


Ada satu film yang walapun saya sudah menontonnya berkali2 tetep aja dengan sukses membuat saya nangis mewek, My Sister Keeper. Film ini bercerita tentang konflik yang terjadi pada keluarga Fitzgerald. Berawal dari Kate, anak kedua Brian dan Sara Fitzgerald yang menderita kanker leukimia di umurnya yang baru 2 tahun.
Dokter memperkirakan bahwa Kate tidak akan bertahan lama. Brian dan Sara yang tidak mau kehilangan putri mengharapkan adanya keajaiban. Dokter menyarankan untuk melakukan donor, namun tidak ada kecocokan baik dari Brian dan Sara atau dari Jesse, anak pertama mereka. Lalu Dr Chance memberi mereka sebuah harapan, bahwa talipusat bayi yang baru lahir akan sangat membantu untuk pasien leukimia, dan menawarkan sebuah ide donor buatan, dengan meancang anak yang akan dilahirkan untuk memiliki gen semirip mungkin dengan Kate, lalu lahirlah Anna. Pengobatan yang disarankan Dr. Cahnce memang manjur, karena setelah itu penyakit Kate tidak kambuh hingga umur 6 tahun. Kondisi Kate yang menurun akhirnya membuat Anna harus kembali menjadi penyelamat kakaknya dengan mendonorkan limfositnya, sampai 3 kali. Walau sempat pulih, akhirnya Kate kembali kambuh, namun saat ini bukan lagi kanker yang menjadi ancaman utamanya, namun ginjal Kate yang berhenti berfungsi yang akhirnya membuatnya harus cuci darah. Dr. Chance lalu menyarankan untuk melakukan transplatasi ginjal pada Kate.

Anna bisa dikatakan lahir di dunia ini untuk menyelamatkan nyawa kakaknya, hingga disaat umur ke11, saat ini orangtuanya kembali meminta Anna untuk membantu Kate, Anna memutuskan bahwa sudah cukup untuk membantu kakaknya, karena kali ini yang harus Anna donorkan adalah ginjalnya. Anna akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan Campbell Alexander, seorang pengacara terkenal yang di tahu lewat televisi. Dengan bantuan Campbell, Anna memutuskan untuk menuntut orangtuanya.

Film My Sister Keeper dibuat berdasarkan novel dengan judul yang sama. Beberapa hari yang lalu, saya baru menyelesaikan noivel tersebut, dan berbeda dengan yang di film, dalam novel cerita yang lebih kompleks. Wajarlah, karena akan sulit untuk memasukkan semua aspek dalam novel ke dalam film berdurasi 2 jam. Bagi yang telah membaca novelnya namun belum melihat filmnya, siap2 saja kecewa, karena ada satu bagian yang walau tidak begitu penting, namun termasuk bumbu penyedap dalam novel, yang dalam film benar2 di cut habis. Namun tak usah khawatir, filmnya tetap menarik untuk ditonton. Sedang bagi yang sudah melihat filmnya namun belum membaca novelnya, siap2lah kaget menjelang akhir buku..hahaha

My Sister Keeper menunjukkan kita banyak hal, seperti dukungan penuh keluarga yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi kanker atau berbagai penyakit akut lain..


dan kita juga disuguhkan tayangan bahwa cinta seorang ibu itu tanpa ujung, apapun akan dilakukan demi anaknya.

 Ada satu scene saat kepala Kate gundul karena kanker telah membuat rambutnya rontok, dan dia merasa malu untuk keluar...

Sara lalu menggundul rambutnya dan menunjukkan pada Kate untuk tak usah malu pada dunia. Kita juga ditunjukkan bahwa sebesar apapun sayang orangtua pada anaknya juga tak luput dari salah, yang tanpa sadar memberikan sayang yang berbeda pada anaknya seperti yang tanpa sadar dilakukan oleh Brian dan Sara pada Jesse.  Kita juga akan melihat the power of love...saat Kate bertemu dengan Taylor..yang membuat Kate seperti mendapat pengobatan khusus bernama “cinta”.




Jumat, 23 Maret 2012

The Artist, sebuah film bisu dalam serbuan film 3 dimensi

Beberapa hari yang lalu akhirnya saya menonton film yang sedang banyak dibicarakan orang akhir2 ini..termasuk oleh idola saya, Kevin Richardson, The Artist. Awalnya saya juga agak tidak yakin, karena film yang akan saya lihat adalah film bisu, namun karena sudah sangat amat penasaran saya menonton jugu, selain itu jika melihat trailernya, dari segi cerita film ini sepertinya menarik juga.

Berlatar belakang dunia perfilman di akhir tahun 1920an yang sedang ramai dengan film bisu. Adalah George Valentine, artis yang saat itu merajai dunia film bisu. Sebagai bintang terkenal tentu George Vanlentine sangat dipuja penggemarnya, sesaat setelah keluar dari gedung untuk menyaksikan pemutaran film terbarunya, George tanpa sengaja ditabrak oleh gadis muda yang berusaha mengambil dompetnya yangterjatuh dalam kerumunan penggemar George, gadis itu adalah Peppy Miller. Saat itu George yang tampak binggung memutuskan untuk tersenyum dan wartawan yang melihat kejadian tersebut meminta mereka berdua untuk berpose bersama. Keesokan harinya foto tersebut terpampang di halaman depan koran dengan memajang tulisan “WHO’S THAT GIRL?” 

WHO'S THAT GIRL?
Peppy kemudian mengikuti sebuah audisi tari di Kinograph Studios, studio yang sama dengan tempat George bekerja, dan Peppy berhasil lolos dalam audisi itu. George yang mengetahui hal itu berusaha memberikan masukkan kepada Peppy “If you want to be an actress, you need to have something the others dont”. Peppy pun perlahan mulai meniti mimpi suksesnya di dunia perfilman.
 Lalu beberapa tahun kemudian Bos Kinograph Studios memutuskan untuk memasukkan teknologi dalam film, suara. Namun George yang telah merasa merajai dunia film, menertawakan ide itu, dan beranggapan tidak perlu untuk menambahkan suara jika dengan yang ada saat ini penonton sudah paham dengan yang dimaksud dalam film. 
George yang akhirnya bangkrut
Keangkuhan yang dimiliki George pada akhirnya membunuh karirnya sendiri, karena terbukti pada akhirnya terobosan baru yang dibuat oleh bos Kinograph Studios sukses, dan masyarakat mulai meninggalkan film bisu. George berjuang sekeras tenaga untuk mengembalikan pamornya, dia menghabiskan hampir semua uangnya untuk membuat sebuah film bisu yang disutradarai dan diperankan dia sendiri, dan diapun bangkrut. Di lain pihak, Peppy mulai mendapatkan peran dan menjadi idola baru masyarakat karena membintangi film dengan suara. 

Dalam  sebuah kesempatan George dan Peppy dipertemukan lagi. George sedang makan siang, Peppy hadir untuk melakukan wawancara dengan beberapa wartawan, tanpa sadar dia duduk bersebelahan meja dengan George. Wartawan menanyakan kepada Peppy mengapa masyarakat begitu menerima kehadirannya “I dont know. Maybe because I talk and the audience can hear me. People are tired of old actors mugging at the camera to be understood. Out with the old, in with the new. Make way for the young!”. Jawaban itu membuat George merasa tersinggung, dia pun memperlihatkan dirinya pada Peppy dan mengatakan “I've made way for you.”

The Artist memang luar biasa, sebuah film bisu yang muncul pada saat para sineas di dunia berlomba untuk membuat film 3D. The Artist merupakan film hitam putih yang menampilkan adegan tanpa suara yang hanya diiringi oleh musik, beberapa dialog kunci tetap ditampilkan dalam bentuk tulisan super besar yang akan memenuhi layar. Sebenarnya jika kita melihat, film bisu jauh lebih sulit untuk dimengerti daripada film2 saat ini, film bisu benar-benar bergantung pada kemampuan artis yang terlibat di dalamnya, sejauh mana artis tersebut dapat memaksimalkan mimik lakunya untuk menyampaikan cerita yang dimaksud kepada penonton. Selain itu juga diperlukan kerjasama dari pihak music director untuk membuat komposisi musik yang sesuai dengan jalannya film, yang akan membuat film itu akan jauh lebih hidup. Dan dalam kasus The Artist, Jean Dujardin yang ditunjuk untuk memerankan George Valentine dan Ludovic Bource yang mengarap komposisi musik dalam The Artist telah berhasil menjalankan tugasnya dengan sempurna. Makanya tidak heran jika pada Academy Award ke 84 kemarin, mereka memberikan The Artist dua penghargaan  Best Actor  dan  Best Original Score. Tidak berlebihan juga jika akhirnya The Artist memperoleh tiga penghargaan lain, yaitu Best Motion Picture of the Year, Best Director dan Best Costume Design. 

The Artist dengan penghargaan Oscar

Dan satu lagi catatan untuk The Artist, yaitu film ini adalah film bisu pertama yang mendapatkan Oscar setelah terkhir pada tahun 1929. Selain itu menonton The Artist juga akan menambah pengetahuan kita tentang sejarah perfilman dan juga memberi kesempatan kaum muda untuk bisa menyaksikan film bisu yang terakhir diproduksi pada tahun 1936,  jadi jangan sampai ketinggalan untuk menonton film ini... Atau jika masih belum yakin, trailer berikut mungkin bisa membantu...